Ads by google

Bahasa yang Santun

Tuesday, September 2, 2014


Bahasa yang Santun. Meskipun ini terjadi dalam wilayah yang sangat lokal, yakni di Desa Bojonggedang, tapi secara umum banyak terjadi di tatanan politik nasional kita. Ceritanya, dalam sebuah rapat panitia pemilihan kepala dusun, seorang tokoh terkemuka berkenaan dengan calon kepala dusun yang hanya satu, dengan lantang ia berkata: "Saya sangat-sangat-sangat tidak setuju dengan calon yang hanya satu. Saya ingin ada calon dua supaya bisa dipilih."

santun dalam berbagai hal


Rapat menjadi senyap. Saya tahu kesenyapan itu, bukan karena setuju dengan pendapat itu, tapi karena sangat tahu,betapa susahnya mencari calon kepala dusun itu, sudah untung itu ada yang mau mencalonkan juga. Kalau harus 2 orang calon, siapa lagi yang mau menjadi calon tandingannya. Sudah terbayang kerumitannya.

Tapi pikiran saya super responsif - alhamdulillah - biarlah ini jadi pendidikan politik bagi warga dusun itu. Dengan sigap saya setujui usulan itu dan sebagai Kepala Desa saya intruksikan agar Panitia Pemilihan Kepala Dusun segera mencari calon satu atau lebih lagi, agar pemilihan kepala dusun di situ bisa segera terlaksana.

Hmmm, jebakan politik mulai terbuka dari kata-kata:  "Saya sangat-sangat-sangat tidak setuju dengan calon yang hanya satu. Saya ingin ada calon dua atau supaya bisa dipilih." itu. Saya tahu ini akan menjadi jebakan balik.

Kemudian saya tahu, bahwa yang berkata sangat tidak setuju itu tendensinya pribadi, karena tidak setuju dengan calon yang sudah mendaftar, bukan didasari oleh keinginan demokratis untuk mencari calon terbaik bagi dusun itu. Saya sangat tahu, karena setiap pergerakan/ucapan di lingkungan dusun itu saya pantau. Banyak pendukung saya yang diam-diam memberikan informasinya.

Terjadilah seni politik lokal di sana - saya menyebutnya begitu. Calon yang sudah mendaptar mengundurkan diri. Pihak yang kemarin mengatakan sangat tidak setuju dengan calon satu itu sebenarnya sudah punya calon, tapi belum dipublikasinya. Maka kebingunganlah mereka. Karena calon yang sudah mendaptar kini mundur, artinya calon kadus tidak ada. Kalau calon mereka diajukan, tetap aja calonnya satu, sedangkan mereka berkata sangat tidak setuju dengan satu calon, lha iya atuh mereka harus cari calon yang lainnya.

Hati saya tersenyum. Dan berkata, dalam mengajukan pendapat, bahasa yang santun itu harus digunakan. Tidak salah mengatakan "saya sangat-sangat-sangat tidak setuju..." Tidak salah. Tapi karena dalam ranah politik,meski lingkup lokal, itu termasuk tidak elegan, tidak santun dan menjadi bumerang bagi dirinya dan lingkungannya. Idealnya dulu ia berkata begini, "Bagaimana kalau kita memberi kesempatan supaya ada calon lain yang mendaptar lagi," Atau, "Saya usul, bagaimana kalau kita mencari calon satu lagi, supaya bisa dipilih langsung oleh masyarakat..." Atau perkataan lainnya, yang penting tidak memakai kata: "saya sangat-sangat-sangat tidak setuju..."

Sekarang yang terjadi, satu calon sudah mundur. Calon satu lainnya yang tadinya mau didorong juga jadi mogok, tidak mau dicalonkan. Mandeg deh. Tidak ada calon kepala dusun lagi yang mau mendaftar. Masyarakat silih teumbleuhkeun.

(CUKUP SUDAH. SAYA HARUS SEGERA BERTINDAK. I AM COMENG...EH, I AM COMMING...Wkwkwkwk...)


Share this article on :

0 comments:

Post a Comment

 
© Copyright 2011 Catatan Kecil Ena Rusyana All Rights Reserved.
Free Templates by Cool Blogger Tutorials- Powered by Blogger.com.